Puncak iman
Kejadiannya diriwayatkan Al Mubarrid dari Abu Kamil dan Ishak bin Ibrahim dari Raja’ bin Amr
Al Nakha’i.
Seorang pemuda Kufa yang dikenal ahli ibadah suatu saat jatuh cinta dan tergila-gila pada seorang
gadis. Cintanya berbalas. Gadis itu sama gilanya. Bahkan ketika lamaran sang pemuda ditolak
karena sang gadis telah dijodohkan dengan saudara sepupunya, mereka tetap nekat, ternyata. Gadis
itu bahkan menggoda kekasihnya, “Aku datang padamu atau kuatur cara supaya kamu blsa
menyelinap ke rumahku”. Itu jelas jalan syahwat.
“Tidak! Aku menolak kedua pilihan itu. Aku takut pada neraka yang nyalanya tak pernah padam!”
Itu jawaban sang pemuda yang menghentak sang gadis. Pemuda itu memenangkan iman atas
syahwatnya dengan kekuatan cinta.
“Jadi dia masih takut pada Allah?” gumam sang gadis. Seketika ia tersadar dan dunia tiba-tiba jadi
kerdil di matanya. Ia pun bertaubat dan kemudian mewakafkan dirinya untuk ibadah. Tapi cintanya
pada sang pemuda tidak mati. Cintanya berubah jadi rindu yang mengelana dalam jiwa dan doa-
doanya. Tubuhnya luluh lantak didera rindu. la mati, akhirnya.
Sang pemuda terhenyak. Itu mimpi buruk. Gadisnya telah pergi membawa semua cintanya. Maka
kuburan sang gadislah tempat ia mencurahkan rindu dan do’a-do’anya. Sampai suatu saat ia tertidur
di atas kuburan gadisnya. Tiba-tiba sang gadis hadir dalam tidurnya. Cantik. Sangat cantik.
“Apa kabar? Bagaimana keadaanmu setelah kepergianku,” tanya sang gadis.
“Baik-baik saja. Kamu sendiri di sana bagaimana?” jawabnya sambil balik bertanya.
“Aku di sini dalam surga abadi, dalam nikmat dan hidup tanpa akhir,” jawab gadisnya.
“Doakan aku. Jangan pernah lupa padaku. Aku selalu ingat padamu. Kapan aku bisa bertemu
denganmu?” tanya sang pemuda lagi.
“Aku juga tidak pernah lupa padamu. Aku selalu berdoa agar Allah menyatukan kita di surga.
Teruslah beribadah. Sebentar lagi kamu akan menyusulku,” jawab sang gadis.
Hanya tujuh malam setelah mimpi itu, sang pemuda pun menemui ajalnya.
Atas nama cinta ia memenangkan Allah atas dirinya sendiri, memenangkan iman atas syahwatnya
sendiri. Atas nama cinta pula Allah mempertemukan mereka. Cinta selalu bekerja dengan cara itu.
Al Nakha’i.
Seorang pemuda Kufa yang dikenal ahli ibadah suatu saat jatuh cinta dan tergila-gila pada seorang
gadis. Cintanya berbalas. Gadis itu sama gilanya. Bahkan ketika lamaran sang pemuda ditolak
karena sang gadis telah dijodohkan dengan saudara sepupunya, mereka tetap nekat, ternyata. Gadis
itu bahkan menggoda kekasihnya, “Aku datang padamu atau kuatur cara supaya kamu blsa
menyelinap ke rumahku”. Itu jelas jalan syahwat.
“Tidak! Aku menolak kedua pilihan itu. Aku takut pada neraka yang nyalanya tak pernah padam!”
Itu jawaban sang pemuda yang menghentak sang gadis. Pemuda itu memenangkan iman atas
syahwatnya dengan kekuatan cinta.
“Jadi dia masih takut pada Allah?” gumam sang gadis. Seketika ia tersadar dan dunia tiba-tiba jadi
kerdil di matanya. Ia pun bertaubat dan kemudian mewakafkan dirinya untuk ibadah. Tapi cintanya
pada sang pemuda tidak mati. Cintanya berubah jadi rindu yang mengelana dalam jiwa dan doa-
doanya. Tubuhnya luluh lantak didera rindu. la mati, akhirnya.
Sang pemuda terhenyak. Itu mimpi buruk. Gadisnya telah pergi membawa semua cintanya. Maka
kuburan sang gadislah tempat ia mencurahkan rindu dan do’a-do’anya. Sampai suatu saat ia tertidur
di atas kuburan gadisnya. Tiba-tiba sang gadis hadir dalam tidurnya. Cantik. Sangat cantik.
“Apa kabar? Bagaimana keadaanmu setelah kepergianku,” tanya sang gadis.
“Baik-baik saja. Kamu sendiri di sana bagaimana?” jawabnya sambil balik bertanya.
“Aku di sini dalam surga abadi, dalam nikmat dan hidup tanpa akhir,” jawab gadisnya.
“Doakan aku. Jangan pernah lupa padaku. Aku selalu ingat padamu. Kapan aku bisa bertemu
denganmu?” tanya sang pemuda lagi.
“Aku juga tidak pernah lupa padamu. Aku selalu berdoa agar Allah menyatukan kita di surga.
Teruslah beribadah. Sebentar lagi kamu akan menyusulku,” jawab sang gadis.
Hanya tujuh malam setelah mimpi itu, sang pemuda pun menemui ajalnya.
Atas nama cinta ia memenangkan Allah atas dirinya sendiri, memenangkan iman atas syahwatnya
sendiri. Atas nama cinta pula Allah mempertemukan mereka. Cinta selalu bekerja dengan cara itu.
Komentar
Posting Komentar